Hukum REACH dan Academic Awareness, Kunci Sakti Jalani Belajar Daring
Pandemi Coronaviruses Disease -19 (COVID-19) atau yang sering kita dengar dengan kata virus corona, berhasil menorehkan banyak perubahan tatanan kehidupan. Entah secara langsung atau tidak, perubahan tersebut memaksa kita untuk berlaku dan bertindak tak seperti pada biasanya, bahkan sampai hari ini ketika essay ini ditulis.
Sebut saja kebiasaan memakai masker, mungkin bagi sebagian orang memakai masker merupakan suatu hal yang biasa karena memang kebiasaannya untuk melindungi dirinya dari polusi. Namun bagi sebagian orang lainnya, hal tersebut bak sebuah penyiksaan manakala dirinya yang biasanya bebas bernafas dengan leganya, kini tak bisa bernafas dengan leluasa atau nafas tersebut bisa jadi seperti ia hirup kembali.
Hampir senada dengan memakai masker, pandemi ini juga berhasil menciptakan hiruk-pikuk dalam dunia pendidikan. Pandemi ini memaksa kita para pelaku pendidikan untuk tetap belajar dengan kungkungan untuk tetap dirumah. Artinya, pembelajaran tidak dilaksanakan secara tatap muka melainkan menggunakan media perantara lain, sebut saja media daring atau online.
Kami yakin pasti belum pernah terlintas sebelumnya dalam benak kita bahwa corona akan ber-ulah sejauh ini utamanya dalam bidang pendidikan. Sebut saja yang sekarang tengah hangat diperbincangkan, yakni wisuda LDR yang artinya para civitas akademika yang sudah menyelesaikan studi nya melaksanakan prosesi wisuda melalui media online. Pasti belum pernah terpikir sebelumnya, jikalau momen yang paling ditunggu para sarjanaersss akan dilakukan di depan laptop dan di ruang tamu masing- masing. Tapi, hal itu bukanlah masalah besar, mengingat wisuda hanyalah simbolis kalau kita sudah melaksanakan studi kita, dan yang terpenting adalah bagaimana kita berdigdaya bagi masyarakat setelahnya.
Kembali kepada pembelajaran menggunakan media daring/online, memang tidak seutuhnya membawa kesusahan karena sebelumnya sudah ada beberapa instansi pendidikan yang sudah menerapkan kegiatan belajar mengajar (KBM) secara online, seperti yang di terapkan di UI yakni e-learning.
Ya begitulah, ada yang sudah agak terbiasa, ada juga yang tidak terbiasa dan bahkan merasa sangat kesusahan saat harus terpaksa melaksanakan belajar daring.
Kesusahan tersebut bisa dari berbagai macam sumber hambatan, mulai dari keterbatasan sinyal, tingkat kesadaran akan pentingnya belajar, dan berkurangnya kecakapan interaksi belajar antar peserta didik dan pengajar yang tak seperti pada biasanya.
Buntut Panjang Belajar Daring
Hal tersebut tentu saja berdampak besar pada ketidakefektifan pembelajaran. Bagaimana tidak ?
Peserta didik tak bisa mengadopsi materi dengan standart, begitu sebaliknya, para tenaga pengajar tak bisa memantau bagaimana perkembangan peserta didiknya dengan baik. Menyelewengnya pengembangan bakat dan minat siswa juga merupakan hal serius yang juga menjadi bagian terdampak dari pembelajaran via daring ini.
Tak sampai disitu, tidak adanya kejelasan bagaimana seharusnya mekanisme pembelajaran yang sesuai juga berdampak pada segi administratif utamanya di perguruan tinggi, baik itu negri, terlebih perguruan tinggi swasta atau milik yayasan. Banyak pihak yang menyayangkan ke-amburadulan tata adiministrasi pendidikan ini bahkan jauh sebelum pandemi ada. Pemerintah, melalui Kementrian pendidikan hanya menyinggung dan membuat kebijakan perihal sistem pembelajaran yang diarahkan total ke daring, namun tidak dengan sistem pembayarannya.
Perbaikan Sistem Pendidikan Tugas Semua Pihak
Mulai dari kepala negara, Kementrian pendidikan, pengajar, keluarga, hingga peserta didik merupakan komponen penting yang terlibat langsung dalam perbaikan tatanan pendidikan di tanah air. Kementrian pendidikan dan kepala negara selaku pembuat dan pemutus kebijakan, pengajar dan peserta didik selaku lakon utama dalam pembelajaran, dan keluarga sebagai support system. Semua komponen tersebut haruslah mampu berperan sesuai tanggungjawabnya. Tak hanya di tengah pandemi ini saja, namun di setiap situasi dan kondisi bagaimanapun itu.
Penerapan Hukum REACH Dalam Penerapan Sistem Pembelajaran
Penerapan hukum komunikasi REACH (Respect, Empaty, Audible, Clarity, Humble) merupakan salah satu kunci yang bisa dilakukan dalam pemberlakuan sistem tatanan pembelajaran. Hal itu bisa dimulai dari si pembuat kebijakan yang dalam hal ini bisa menyampaikan kebijakannya dengan jelas dan mampu diterima serta dilaksanakan dengan baik oleh para lakon yang berperan dalam dunia pendidikan.
Membuat kebijakan yang bisa diterima oleh banyak pihak memang bukan suatu hal yang gampang, tapi memastikan berjalan dengan benar atau tidaknya suatu sistem, itu tugas mutlak pemerintah yang dalam hal ini yakni Kementrian Pendidikan.
Begitu juga dengan para lakon pendidikan dan support systemnya. Ketidakefektifan belajar dengan media daring ini bisa berasal dari kurangnya interaksi aktif dan kekreatifan pengajar dalam melaksanakan proses belajar mengajarnya. Bahkan tak jarang, ada beberapa pengajar yang memanfaatkan situasi pandemi ini sebagai alasan untuk hanya terus menerus memberikan tugas kepada peserta didik tanpa memberikan asupan materi yang dibutuhkan sebagaimana mestinya. Kurangnya kreatifitas dan intensitas komunikasi pengajar tentu saja sangat berdampak pada keberlangsungan pengembangan sistem pendidikan.
Pengajar tetap memiliki tugas besar dan bertanggungjawab penuh atas pengembangan bakat dan wawasan akademik peserta didik. Oleh karenanya, pemberlakuan hukum REACH dalam sistem pembelajaran saat ini sangat perlu dilaksanakan. Pengajar harus tetap bisa membuat suasana KBM di tengah pandemi saat ini serasa seperti pada biasanya.
Pemaksimalan kreatifitas harus tetap dikembangkan, dan juga turut terus memastikan bahwa apa yang menjadi materi saat itu bisa diterima dengan baik oleh peserta didik, sekalipun dengan menggunakan media yang berbeda, apalagi jangan sampai situasi ini malah digunakan sebagai alasan untuk diam dan tidak melakukan hal-hal terbaik untuk pendidikan tanah air.
Penanaman Prinsip Academic Awareness
Penyebab ketidakefektifan belajar bermacam-macam, tergantung bagaimana situasi dan tingkat kesadaran para lakon pendidikannya. Jika dengan adanya belajar daring bisa menimbulkan banyak ketimpangan seperti diantaranya, berkurangnya proses pengembangan minat bakat dan wawasan pengetahuan peserta didik, dan melencengnya waktu yang seharusnya dialokasikan untuk belajar namun justru digunakan untuk melakukan hal lain, maka sangat perlu adanya penanaman prinsip academic awareness atau kesadaran akan pentingnya pendidikan.
Hal ini mutlak harus ditanamkan pada diri semua pihak, mulai dari kementrian pendidikan, pengajar, hingga keluarga, utamanya pada peserta didik. Tidak bisa dipungkiri pasti dengan adanya belajar daring ini, peserta didik dinilai semakin sembrono dalam menjalankan tugasnya sebagai lakon pendidikan sesungguhnya.
Waktu yang biasa ia gunakan untuk sekolah atau belajar di kampus, karena dengan adanya daring, maka hal itu kini diubah dengan melakukan kesenangan lain yang tak sedikit hal tersebut dinilai tak bermanfaat, main game dan buka sosial media ber jam-jam, misalnya.
Kemudian, tentu saja pengontrolan terhadap kejujuran akademik akan semakin susah untuk diterapkan. Sebut saja ketika melaksnakan UAS online, bisa dipastikan bahwa dalam waktu bersamaan penggunaan google menjadi hal utama yang dilakukan guna mencari jawaban yang tepat dan dibutuhkan.
Oleh karena itu, penanaman academic awareness merupakan hal yang harus benar-benar bisa terpatrikan dalam diri semua pihak. Hal ini bertujuan agar tidak ada yang namanya memandang sebelah mata, karena satu hal yang perlu digaris bawahi bahwasannya pendidikan itu penting, bahkan sangat penting. Jika tak terpakai hari ini, hal tersebut pasti akan terpakai suatu saat nanti, dan kita sendiri yang akan merasakan bagaimana mujarabnya.
Peran pengajar dan keluarga selaku support system, merupakan peranan sentral dalam proses pemberlakuan kesadaran ini. Kedua pihak tersebut harus bisa membantu menumbuhkan dan memupuk tingginya kesadaran akan pentingnya pendidikan pada peserta didik. Selain memberi arahan dan dukungan pada peserta didik, adanya pemantauan secara teratur juga harus tetap dilaksanakan dengan tujuan agar hal itu menjadi sebuah kebiasaan.
Begitupun juga dengan peserta didik, harus dengan sigap memegang prinsip academic awareness ini, karena berjalan dengan baik atau tidaknya sebuah proses itu tergantung bagaimana manajemen diri masing-masing orang. Karena akan menjadi sia-sia ketika orang-orang disekelilingnya telah memberi banyak dukungan dan arahan namun justru malah dalam diri peserta didik hal tersebut ditolaknya secara mentah-mentah.
Akan lebih baik jika sejak kini mulai membiasakan diri untuk membuang rasa insecure dan ketidakpercayaan diri, serta selalu mematenkan bahwa semua bisa dilakukan asal dengan bersungguh-sungguh dalam berkesungguhan.
Sumber: Kompasian
Penulis: Elok R Hikmah
Responses